BAB I
PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam Negara hukum, teori yang di anut adalah teori kedaulatan hukum yang kekuaan tertingginya adalah hukum itu sendiri, karena baik penguasa maupun rakyat atau warga Negara, bahkan Negara itu sendiri tunduk kepada hukum[1]. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Keseluruhan peraturan dalam UUD 1945 telah mengatur hal-hal yang menyangkut jalan menuju tercapainya cita-cita The Founding fathers (untuk membentuk sebuah “Negara Hukum Kesejeahteraan Indonesia”) dan para penerusnya, yang diantaranya mengatur tentang kekuasaan kehakiman yang berhak dalam urusan adil mengadili. Diantara UU yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum dalam UU No. 4 Th. 2004 yang disahkan presiden pada tanggal 15 Januari 2004 (LN, 2004 No. 8, TLN, 2004 No. 4358 ) sebagai pengganti UU No. 14 Th. 1970 sebagaimana pernah ditambah dengan UU No. 35 Th.1999.
Sejak kemerdekaan (1945) sudah berkali-kali ditetapkan undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman (UU No.19 Th. 1948, UU Darurat No. 1 Th. 1951, UU No. 19 Th. 1964, UU No. 14 Th. 1970, dan UU No. 4 Th. 2004), ditambah pula dengan berbagai udang-undang untuk masing-masing lembaga lingkungan badan peradilan.[2] Dalam rangka membangun kesatuan bangsa yang menjamin persamaan di depan hukum, harus dibentuk satu kesatuan susunan badan peradilan yang berlaku bagi seluruh bangsa, rakyat dan siapa saja yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa “kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”[3].
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekuasaan Kehakiman
a. Pasal 24 ayat 1
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
- Merupakan kekuasaan yang merdeka (an independent judicary), bebas dari kekuasaan lain.
- Kekuasaannya menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, agar ketertiban masyarakat bisa tercipta (to achieve social order)dan ketertiban masyarakat terpelihara (to maintain social order).
b. Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 (UU No. 4 tahun 2004)
“kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia” Pengertian dalam pasal ini merupakan penegasan dari pasal 24 ayat 1.[4]
Dalam beberapa pasal lainnya pengertian tentang kekuasaan kehakiman banyak juga disebutkan namun dengan esensi yang sama yakni kekuasaan Negara yang merdeka tidak terpengaruh oleh pemerintah. berarti lembaga kehakiman dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan peradilan merupakan hak mereka tanpa ada intervensi dari pemerintah.
B. Kekuasaan Kehakiman Indonesia dan Penyelenggaraannya
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
0 komentar:
Posting Komentar