TANGGAPI JERITAN ORANG UTAN
“Tolong kami, Selamatkan nyawa kami, teganya mereka melakukan pembantaian keji seperti ini tanpa sedikitpun merasa iba, Tidak cukupkah darah dan tulang belulang kami menjadi bukti, adakah yang peduli untuk mngakhiri tragedi mengerikan ini, bukan fatamorgana perlindungan yang kami harap, bukan pula proses lama di tengah hamburan kematian, kami butuh konservasi dalam konteks yang sebenarnya…”
Andai saja satwa yang seharusnya mendapat perlindungan itu bisa berbicara, mungkin akan terdengar jeritan-jeritan tangis orang utan seperti deskripsi di atas. Ada hal penting yang perlu kita respon mengenai pembantaian orang utan yang mengalami nasib tragis, mendapat siksaan, pembunuhan mutilasi, dan pembantaian spesiesnya secara masal. Perlu kita pertanyakan, kenapa hal ini bisa terjadi di negara kita? Bagaimana aplikasi Undang-undang sebagai landasan hukum normatif di negara rule of law seperti negara kita? Dimana letak perlindungannya? Kemana saja pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan memiliki peran penting dalam perlindungannya? Hal seperti ini, seharusnya tidak terjadi. Satwa yang berhak mendapat perlindungan seolah dibiarkan dan tidak dipedulikan, ketika ada kasus kekerasan seperti ini baru ada tanggapan. Dan itupun kalau terungkap, nah kalo tidak? Bagaimana nasib spesies mereka selanjutnya? Sehingga perlu kita telusuri sejauh mana pemerintah memperhatikan terhadap pelaksanaan konservasi.
Berdasarkan kasus pembantaian orang utan di Kalimantan Timur, jikalau masyarakat yang membunuh orang utan itu merasa terganggu karna orang utan dianggap merusak perkebunan sawitnya, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) harusnya sudah punya lahan khusus untuk pemberdayaan satwa ini agar tidak mangganggu perkebunan rakyat seperti cagar alam atau suaka margasatwa. Ironis sekali, ternyata pembantaian satwa ini sudah terjadi bertahun-tahun. Dan yang mengherankan, walaupun disertai bukti-bukti konkret masih saja ada penyangkalan realitanya, pembantaian satwa ini masih dianggap tidak terjadi, maka harus dengan bukti apa lagi pihak yang memiliki peran dalam hal ini akan percaya dan menyatakan bahwa hal ini bukan lagi sebuah spekulasi, melainkan kenyataan yang benar-benar terjadi untuk diproses dan ditindaklanjuti letak permasalahannya.
Kemudian ada dugaan kuat bahwasanya ada motif lain dibalik pembunuhan orang utan ini yaitu atas dasar kepentingan sebuah perusahaan Malaysia, masyarakat dijadikan tameng dan robot perantara yang diperalat untuk menjalankan misi pembantaian tersebut. sehingga bukan hanya karena ulah orang utan sebagai perusak tanaman sawit, tetapi dibalik semua ini ada siasat politik dalangnya. Maka pemerintah harus responsif dan mengungkap kasus ini sesegera mungkin untuk mengklarifikasi kebenarannya untuk membongkar semua hipostasi pembantaian orang utan ini.
Dalam Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 dijelaskan secara rinci tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Maka perlindungan terhadap satwa itu harus diaplikasikan, hal ini perlu kita jadikan tuntutan pada pihak yang bertanggung jawab khususnya pemerintah karena faktanya banyak sekali temuan di lapangan yang sampai saat ini tidak ada tindakan kongkrit dari pemerintah terhadap lahan konservasi yang katanya di lindungi tersebut.
Improvisasi terhadap konservasi secara maksimal perlu dilaksanakan, melihat perihatinnya kondisi keberlakuan undang-undang sebagai landasan normatif yang minim akan aplikasinya. Padahal secara tegas dijelaskan dalam Pasal 21 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang pelarangan melukai, membunuh, merusak, menangkap, menyimpan, dan memilki satwa yang dilindungi telah diatur. Dan juga ada ketentuan tentang pelanggaran dan kejahatan atas satwa tersebut dan keterangan sanksi yang berlaku. Sebagaimana ketentuan pidana pasal 40 tindakan penyiksaan terhadap satwa ini bukan sekedar sebuah tindakan pelanggaran akan tetapi dijadikan sebuah tindakan kejahatan yang tidak dapat diterima. Kasus pembantaian yang terjadi memperlihatkan minimnya perhatian pemerintah terhadap konservasi satwa. Aturan hanyalah sekedar aturan, kurang realisasinya. Hal ini menunjukan betapa lemahnya sistem penegakan hukum yang berlaku di negara kita.
Hukum harus tetap ditegakkan, orang utan adalah satwa yang dilindungi. Usut kasus ini secara tuntas, beri hukuman yang setimpal pada pihak yang tega berbuat keji seperti itu dan layak dihukum sesuai perbuatannya baik masyarakat yang membantainya maupun otak di belakang layarnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika sudah terdapat bukti-bukti hasil penelitian tim investigasi, maka segeralah pemerintah bertindak tegas. Sudah seharusnya “melek”, kasus ini bahkan sudah menjadi rahasia publik masyarakat setempat, hendaknya tidak membiarkan kasus ini berlarut-larut. Segera lakukan investigasi dan selidiki kasusnya dengan serius. Sampai tuntas, sebelum populasi orang utan sebagai salah satu varian satwa di Indonesia benar-benar punah. animal rights harus ditegakkan karena hak hidup layak merupakan hak semua makhluk Tuhan.
Sebagai bangsa yang bermoral dan beragama tidak pantas kekejaman ambisi manusia dilampiaskan terhadap satwa yang dilindungi negara terjadi secara terus menerus. Sudah saatnya gerakan kekejaman terhadap satwa ini dihentikan guna memperjuangkan perlindungan hewan di Indonesia karena penganiayaan terhadap hewan dinilai akan merusak moral dan inteligensi emosional generasi penerus bangsa. Perilaku biadab manusia yang dapat mengancam kepunahan satwa langka ini harus dicegah dan dihentikan dengan penegasan perlindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Maka penting adanya ajakan konservasi fauna dan menyadarkan kesadaran hukum masyarakat terhadap urgensi pelestarian satwa.
Hmmmmm....ternyata Minda peduli jg dengan "sesama" ya..... HAHAHAHAHAH
BalasHapusP>E>A>C>E>......!!!