RSS

PEKA TERHADAP INDIKASI PENJAJAHAN


PEKA TERHADAP INDIKASI PENJAJAHAN

Berbicara mengenai penempatan pangkalan militer Amerika Serikat di Darwin, Australia, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa motif, maksud dan tujuan ditempatkannya marinir AS dalam jumlah banyak di Australia. Berdasarkan kabar, tujuannya tiada lain hanyalah untuk tanggap situasi darurat dan antisipasi terjadinya bencana. Sekilas, memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena hal ini merupakan urusan bilateral yang terjalin antara AS dengan Australia, apabila diantara keduanya sudah ada konsensus atau kesepakatan maka tidak ada masalah, terlebih Indonesia tidak bisa berintervensi untuk mencegah penempatan pangkalan militer tersebut.  Tetapi coba pikir secara logis dan renungkan, jika hal ini berdampak negatif maka negara terdekatlah yaitu Indonesia yang mungkin akan mendapat imbasnya. Pernahkah para petinggi negara memikirkan tentang kemungkinan jangka panjang yang akan terjadi? Untuk saat ini memang belum terasa, namun lihat nanti ke depannya, bisa saja Indonesia dimonopoli secara perlahan-lahan.
Bagaimanapun sikap waspada terhadap kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi itu perlu direalisasikan dengan berupaya untuk bisa menolak pembangunan tersebut. Meski dianggap khawatir berlebihan, tetapi jangan percaya dengan rayuan manis para penghuni negara adi daya, jaminan yang dijanjikan bisa jadi sebuah ranjau dan tipuan, pasti ada motif politik terselubung dalam pembangunan pangkalan militer ini, melihat dari pengalaman yang sudah-sudah, AS memilki cara tersendiri untuk menguasai negara lain dengan perlahan diberi bantuan untuk ditundukkan kemudian. Walaupun harus bersu’udzhan, namun demi kemaslahatan masa depan bangsa dan menjaga stabilitas keamanan negara, maka antisipasi dan kehati-hatian kiranya perlu ada.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TANGGAPI JERITAN ORANG UTAN


TANGGAPI JERITAN ORANG UTAN

“Tolong kami, Selamatkan nyawa kami, teganya mereka melakukan pembantaian keji seperti ini tanpa sedikitpun merasa iba, Tidak cukupkah darah dan tulang belulang kami menjadi bukti, adakah yang peduli untuk mngakhiri tragedi mengerikan ini, bukan fatamorgana perlindungan yang kami harap, bukan pula proses lama di tengah hamburan kematian, kami butuh konservasi dalam konteks yang sebenarnya…”

Andai saja satwa yang seharusnya mendapat perlindungan itu bisa berbicara, mungkin akan terdengar jeritan-jeritan tangis orang utan seperti deskripsi di atas. Ada hal penting yang perlu kita respon mengenai pembantaian orang utan yang mengalami nasib tragis, mendapat siksaan, pembunuhan mutilasi, dan pembantaian spesiesnya secara masal. Perlu kita pertanyakan, kenapa hal ini bisa terjadi di negara kita? Bagaimana aplikasi Undang-undang sebagai landasan hukum normatif di negara rule of law seperti negara kita? Dimana letak perlindungannya? Kemana saja pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan memiliki peran penting dalam perlindungannya? Hal seperti ini, seharusnya tidak terjadi. Satwa yang berhak mendapat perlindungan seolah dibiarkan dan tidak dipedulikan, ketika ada kasus kekerasan seperti ini baru ada tanggapan. Dan itupun kalau terungkap, nah kalo tidak? Bagaimana nasib spesies mereka selanjutnya? Sehingga perlu kita telusuri sejauh mana pemerintah memperhatikan terhadap pelaksanaan konservasi.
Berdasarkan kasus pembantaian orang utan di Kalimantan Timur, jikalau masyarakat yang membunuh orang utan itu merasa terganggu karna orang utan dianggap merusak perkebunan sawitnya, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) harusnya sudah punya lahan khusus untuk pemberdayaan satwa ini agar tidak mangganggu perkebunan rakyat seperti cagar alam atau suaka margasatwa. Ironis sekali, ternyata pembantaian satwa ini sudah terjadi bertahun-tahun. Dan yang mengherankan, walaupun disertai bukti-bukti konkret masih saja ada penyangkalan realitanya, pembantaian satwa ini masih dianggap tidak terjadi, maka harus dengan bukti apa lagi pihak yang memiliki peran dalam hal ini akan percaya dan menyatakan bahwa hal ini bukan lagi sebuah spekulasi, melainkan kenyataan yang benar-benar terjadi untuk diproses dan ditindaklanjuti letak permasalahannya.  
Kemudian ada dugaan kuat bahwasanya ada motif lain dibalik pembunuhan orang utan ini yaitu atas dasar kepentingan sebuah perusahaan Malaysia, masyarakat dijadikan tameng dan robot perantara yang diperalat untuk menjalankan misi pembantaian tersebut. sehingga bukan hanya karena ulah orang utan sebagai perusak tanaman sawit, tetapi dibalik semua ini ada siasat politik dalangnya. Maka pemerintah harus responsif dan mengungkap kasus ini sesegera mungkin untuk mengklarifikasi kebenarannya untuk membongkar semua hipostasi pembantaian orang utan ini.
Dalam Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 dijelaskan secara rinci tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Maka perlindungan terhadap satwa itu harus diaplikasikan, hal ini perlu kita jadikan tuntutan pada pihak yang bertanggung jawab khususnya pemerintah karena faktanya banyak sekali temuan di lapangan yang sampai saat ini tidak ada tindakan kongkrit dari  pemerintah terhadap lahan konservasi yang katanya di lindungi tersebut.
Improvisasi terhadap konservasi secara maksimal perlu dilaksanakan, melihat perihatinnya kondisi keberlakuan undang-undang sebagai landasan normatif yang minim akan aplikasinya. Padahal secara tegas dijelaskan dalam Pasal 21 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang pelarangan melukai, membunuh, merusak, menangkap, menyimpan, dan memilki satwa yang dilindungi telah diatur. Dan juga ada ketentuan tentang pelanggaran dan kejahatan atas satwa tersebut dan keterangan sanksi yang berlaku. Sebagaimana ketentuan pidana pasal 40 tindakan penyiksaan terhadap satwa ini bukan sekedar sebuah tindakan pelanggaran akan tetapi dijadikan sebuah tindakan kejahatan yang tidak dapat diterima. Kasus pembantaian yang terjadi memperlihatkan minimnya perhatian pemerintah terhadap konservasi satwa. Aturan hanyalah sekedar aturan, kurang realisasinya. Hal ini menunjukan betapa lemahnya sistem penegakan hukum yang berlaku di negara kita.
Hukum harus tetap ditegakkan, orang utan adalah satwa yang dilindungi. Usut kasus ini secara tuntas, beri hukuman yang setimpal pada pihak yang tega berbuat keji seperti itu dan layak dihukum sesuai perbuatannya baik masyarakat yang membantainya maupun otak di belakang layarnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika sudah terdapat bukti-bukti hasil penelitian tim investigasi, maka segeralah pemerintah bertindak tegas. Sudah seharusnya “melek”, kasus ini bahkan sudah menjadi rahasia publik masyarakat setempat, hendaknya tidak membiarkan kasus ini berlarut-larut. Segera lakukan investigasi dan selidiki kasusnya dengan serius. Sampai tuntas, sebelum populasi orang utan sebagai salah satu varian satwa di Indonesia benar-benar punah. animal rights harus ditegakkan karena hak hidup layak merupakan hak semua makhluk Tuhan.
Sebagai bangsa yang bermoral dan beragama tidak pantas kekejaman ambisi manusia dilampiaskan terhadap satwa yang dilindungi negara terjadi secara terus menerus. Sudah saatnya gerakan kekejaman terhadap satwa ini dihentikan guna memperjuangkan perlindungan hewan di Indonesia karena penganiayaan terhadap hewan dinilai akan merusak moral dan inteligensi emosional generasi penerus bangsa. Perilaku biadab manusia yang dapat mengancam kepunahan satwa langka ini harus dicegah dan dihentikan dengan penegasan perlindungan hukum terhadap satwa langka yang dilindungi. Maka penting adanya ajakan konservasi fauna dan menyadarkan kesadaran hukum masyarakat terhadap urgensi pelestarian satwa.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perhitungan Gerhana Bulan Tahun 1436 H


PERHITUNGAN GERHANA BULAN TAHUN 1436 H
DENGAN SISTEM EPHEMERIS

1.      Kemungkinan terjadinya  gerhana bulan pada bulan Jumadil Akhir 1436 H
Tahun 1430                 = 326°  14’  12’’
Tahun 6                       = 048°  16’  48’’
Jumadil Akhir               = 168°   41’  22’’
                                  543°  12’  22’’
                                        360°  00’  00’’
                                        183°  12’  22’’

Antara  165° s/d 194° ada kemungkinan terjadinya gerhana bulan

2.      Konversi tanggal
Tanggal 15 Jumadil Akhir 1436 H atau 15-06-1436 H
Waktu yang telah dilalui sebanyak 1435 tahun + 05 bulan + 15 hari

1435 tahun :30= 47 daur sisa 25 tahun
47 daur = 47 x 10.631 hari                              =  499.657 hari
25 tahun = (25 x 354) + 9 hari                         =      8.859 hari
5 bulan = (29 x 5) + 3 hari                               =         148 hari
15 hari                                                             =           15 hari +
                                                                            508.679
Selisih masehi- hijriah                                            227.016
Anggaran Gregorius                                                      13         + 
                                                                           735.708  

508.679: 7 = Sisa 3 (Ahad  dihitung dari Jum’at)
508.679: 5 = Sisa 4 (Wage dihitung dari Legi)

735.708: 1461= 503 siklus lebih 825 hari
503 siklus        = 503 x 4 tahun= 2012
825 hari           =  825:365= 2 tahun lebih 95 hari
95 hari             = 3 bulan + 5 hari

Waktu yang dilewati adalah (2012+ 2)= 2014 lewat bulan ke-3+ 5 hari
Jadi 15 Jumadil Akhir bertepatan dengan 5 April 2015 (Ahad Wage)

3.      Data astronomis yang dibutuhkan dari Ephemeris adalah  tanggal  5 April 2015.

4.      FIB terbesar  pada tanggal 4 April 2015 adalah = 0,99999 jam 12.00 GMT. Pada jam tersebut ALB sebesar   00  24 04  (lebih kecil dari 01  24  10) sehingga pada waktu tersebut diperkirakan akan terjadi gerhana bulan.

5.      ELM jam 20 = 14°  24’  10’’
ELM jam 21 = 14°  26’  38’’
                B1 = 00°  02’   28‘’     

6.      ALB jam 20 = 194°  20’  35’’
ALB jam 21 = 194°  50’  35’’
             B2  =  00°   30’  00’’            
7.      MB      = ELM – (ALB- 180)
             = 00°  02’   28’’ - (00°   30’  00’’ – 180°)
             = 00°  03’  35’’

8.      SB        = B2 - B1
             = 00°  30’  00’’ – 00°  02’  28’’
             = 00°  27’  32’’

9.      TI        = MB : SB
            = 00°  03’  35’’ : 00°  27’ 32’’
            = 00°  07’  48,52’’

10.  Istiqbal            = waktu FIB + TI – 00 01  49,29
                       = 12j 00 m 00 d + 0j  7m  48,52d- 00° 01’  49,29’’
                       =  12j  5m  59,23d (GMT)

11.  Melacak data
a.       SD bulan  jam 12j  05m  59,23d
SD bulan  jam 12 = 00°  14’  49,98’’                                00°  14’  49,98’’
SD bulan  jam 13 = 00°  14’  50,16’’    
                                - 00°   00’   0,18’’
  00°   05’   59,23’’ ×
    -00°   00’    0,002’’                          -00°  00’  0,002’’
        SD  bulan jam 12j  05m  59,23d                                        00°  14’   50’’                                                                                                                                                    
                                                  
b.      HP  bulan jam 12j  05m  59,23d
HP  bulan jam 12 =   00°  54’  26’’                                   00°  54’  26’’
HP  bulan jam 13 =   00°  54’  27’’ 
                                   -00°  00’   01’’
                                    00°  05’  59,23’’ ×
                                   -00°  00’   0,1’’                               -00°  00’   0,1’’
HP bulan jam 12j  05m  59,23d                                           00°   54’  26,1’’

c.       L  bulan jam 12j  05m  59,23d
L  bulan  jam 12  = 00°   24’  04’’                         00°   24’  04’’
L  bulan jam  13  = 00°   26’  50’’
               -00°   02’  46’’
                00°   05’  59,23’’ ×
                                  -00°   00’    16,56’’                          -00°   00’    16,56’’
L  bulan     jam 12j  05m  59,23d                                          00°   24’    20,56’’

d.      SD  matahari  jam 12j  05m  59,23d
SD  matahari  jam   12 = 00°  15’  59,60’’                        00°  15’  59,60’’
SD  matahari  jam   13 = 00°   15’  59,59’’ 
                                           00°    00’  0.01’’
                                           00°   05’  59,23’’ ×
                                           00°    00’  00’’                        00°    00’  00’’
SD   matahari  jam 12j  05m  59,23d                                   00°    15’  59,60’’

e.       JB jam 12  =  1,0000333 


f.       Sin HP matahari     = sin 00° 00’  08,794’’ : JB
HP matahari          = sin 00°  00’  08,794’’ : 1,0000333
 = 00°  00’ 8,79’’

g.      Sin H         =  sin L bulan : sin 5
H               = sin 00°  24’ 20,56’’ : sin 5
=  04°  39’  36,4’’

h.      Tan U        = tan L bulan : sin H
U               = tan 00°  24’ 20,56’’: sin 04°  39’  36,4’’
= 04° 58’  52,17’’

i.        Sin Z         = sin U x sin H
Z                =sin 04° 58’  52,17’’ x sin 04°  39’  36,4’’
= 00°  24’ 15,07’’

j.        K   = (cos L bulan x SB) : cos U
= (cos  00°  24’  20,56’’ x 00°  27’ 32’’): cos 04° 58’  52,17’’
            =  00°  27’ 38,22’’
k.      D   =  (HP bulan + HP matahari – SD matahari) x 1,02
=  (00°  54’  26,1’’+ 00°  00’ 8,79’’ - 00° 15’  59,60’’) x 1,02
=  00°  39’  21,6’’

l.        X   =  D + SD bulan
            =  00°  39’  21,6’’ + 00°  14’ 50’’
            =  00° 54’ 11,6’’

m.    Y   = D - SD bulan
= 00°  39’  21,6’’ - 00°  14’ 50’’
= 00°  24’  31,6’’   (Y>Z sehingga terjadi Gerhana bulan Total)

n.      Cos C = cos X : cos Z
C        = cos 00° 54’ 11,6’’ x cos  00°  24’ 15,07’’
            =  00° 48’ 27,89‘’ 
o.        T1            =  C : K
=  00°  48’  27,89’’ : 00°  27’ 38,22’’  
=  01j  45m  13,04d

p.       Cos E       =  cos Y : cos Z
  E              =  cos 00°  24’  31,6’’ : cos  00°  24’ 15,07’’
=  00°  36’  12,84’’

q.      T2              = E : K
                        = 00°  36’  12,84’’ : 00°  27’ 38,22’’
= 00j  07m  57,57d

r.        Ta              =  cos H : Sin K
                        =  cos  04°  39’  36,4’’ : sin 00°  27’ 38,22’’ 
                        =   123° 58’  45,9’’

s.       Tb              = Sin L bulan : sin K
= sin  00°  24’ 20,56’’   :  sin  00°  27’ 38,22’’ 
=  00°   52’  50,89’’

t.        TO             = Sin 0,05 x  Ta X  Tb
= Sin 0,05  x  123° 58’  45,9’’ x  00°   52’  50,89’’
= 00j  05m  43,07’d

u.      Apparent Latitude bulan semakin besar, maka:
TGH          = Istiqbal –TO - ∆ T
= 12j  5m  59,23d – 00j  05m  43,07’d   -  00°  02’ 1,56’’
= 12j  5m  59,23d GMT (4 April 2011)
= GMT + 7j  0 m  0d  (untuk WIB)
= 12j  5m  59,23d +  7j   0 m   0 d 
= 18 j   58 m  14,6d  WIB (4 April 2011)
v.      Mulai  Gerhana  ´=  TGH – T1
=  18 j   58 m  14,6d  - 01j  45m  13,04d
=  17j  13m  1,56d
           
w.    Mulai Total            = TGH – T2
= 18 j   58 m  14,6d  -  00j  07m  57,57d
= 18j  50m  17,03d

x.      Selesai Total          = TGH + T2
            = 18 j   58 m  14,6d  + 00j  07m  57,57d
            = 19j  06m  12,17d

y.      Selesai Gerhana     = TGH + T1
= 18 j   58 m  14,6d  +  01j  45m  13,04d
= 20 j  43 m  27,64 d
Kesimpulan :
Gerhana bulan total terjadi pada hari Sabtu Pon, 4 April 2015
Mulai gerhana             : jam 17 : 13 : 02 WIB
Mulai total                   : jam 18 : 50 : 17  WIB
Selesai total                 : jam 19 : 06 : 12  WIB
Selesai gerhana           : jam 20  : 43 : 28 WIB

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS